strategi dakwah berbasis pesantren

STRATEGI DAKWAH BERBASIS PESANTREN DI ERA INDUSTRI 4.0

KELOMPOK 10
M Bisri
M Abdul Basyir
Lailatul Mubarokah
Lucia Cella Ramadaning
Avini Maulaya Ananta
M Rifai


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH ASSUNNIYYAH (INAIFAS) 
KENCONG – JEMBER
TAHUN 2019/2020


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang (Strategi Dakwah Berbasis Pesantren di Era Industri 4.0 ). 
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Dan juga kami berterima kasih kepada Achmad Rudi Masrukin, M.Pd. selaku pembimbing mata kuliah PENDIDIKAN DAKWAH BERBASIS PESANTREN.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. 
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Strategi Dakwah Berbasis Pesantren di Era Industri 4.0 ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   
                                                                                  

Kencong, 11 November 2021
Penyusun 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Makalah 2
BAB II 3
A. Revolusi Industri dan Era Disrupsi 3
B. Sistem Pendidikan di Pesantren 6
C. Strategi Dakwah Berbasis Pesantren di Era Industry 4.0 9
BAB III 12
A. KESIMPULAN 12
Daftar Pustaka 13











BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang sangat ideal bagi umat Islam. Banyak umat Islam yang meyakini belum ada lembaga pendidikan yang bisa menyamai apalagi mengungguli sistem pendidikan pesantren dalam menjadikan anak mengerti pendidikan agama dan memiliki keluhuran budi pekerti. Kiranya hal ini tidak bisa dipungkiri karena kebanyakan ahli agama adalah lulusan pesantren, para guru, dosen dan kyai yang memiliki pemahaman agama mendalam pada umumnya juga lulusan pesantren, bahkan kalau ada seseorang yang disebut kyai namun dia tidak pernah nyantri di pesantren maka kekyaiannya diragukan sekalipun dia sangat alim.
Pada awalnya hanya ada pesantren salafiyah, seiring berjalannya waktu maka lambat laun pesantren membuka diri, mengalami transformasi dan pembaharuan dari berbagai aspeknya. Ada beberapa pesantren pada mulanya hanya mengajarkan agama saja, kini membuka pendidikan formal dan mengajarkan pendidikan umum, yang awalnya sistem pembelajarannya hanya sorogan dan bandongan, kini menjadi klasikal. Bahkan saat ini bermunculan pula pesantren-pesantren baru dengan berbagai macam tipologinya, ada pesantren modern, pesantren terpadu, Islamist pesantren dan yang lainnya. Dari sini sebenarnya dapat difahami bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang akomodatif dan secara alami terus merespon terhadap perkembangan zaman, sekalipun masih ada beberapa pesantren yang stagnan, mempertahankan salafiyahnya dan menolak perkembangan zaman.
Dalam setiap transformasi dan pembaharuan yang terjadi di pesantren pasti ada goal positif yang ingin dicapai, namun demikian dalam upaya menggapai goal tersebut biasanya ada pengorbanan atau ada suatu idealitas yang terkurangi dari pesantren, bahkan bisa jadi hilang sama sekali. Memang Idealnya adalah al muhafadlotu ala al qadim al-salih wa al-akhdu bi al-jadid alashlah, namun aplikasi jargon tersebut tidak mudah. Sebagai contoh saat pesantren membuka pendidikan formal sudah pasti nilai-nilai salafiyahnya akan berkurang kalau tidak hilang sama sekali, minimal waktu untuk belajar kitab kuning akan terkurangi dan sudah bisa di tebak bahwa kemampuannya membaca kitab kuning santri pun akan mengalami degradasi demikian juga dengan akhlak dan jiwa santrinya. Ini adalah cost mahal yang terkadang memang harus dibayar oleh pesantren ketika berhadapan dengan modernitas.
Saat ini pesantren dihadapkan dengan kemajuan teknologi dan berpengaruh dalam tata nilai masyarakat yang dikenal dengan revolosi industri 4.0. Ini adalah sebuah realitas yang tidak bisa dihindari atau dipungkiri. Pesantren harus mengambil sikap dan punya peran di dalamnya. Jika pesantren tidak mengakomodir fenomena ini maka dunia pesantren akan menjadi terasing, perannya akan terkurangi, lulusannya pun akan menjadi orang asing di zamannya, bahkan eksistensinya pun juga akan terancam. Kalau pesantren bisa mengikuti dan mengakomodirnya maka akan bisa mewarnai dan memberikan kontribusi untuk kemashlahatan ummat di era ini dengan segala hal yang harus dipertaruhkan.
Idealnya adalah pesantren bisa menyajikan dan memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat modern dengan tanpa kehilangan jati dirinya. Oleh Karena itu disinilah letak bargaining pondok pesantren terhadap revolosi industri 4.0 yang kini sedang bergulir. Tidak banyak pesantren yang mempersiapkan diri terhadap revolusi industri ini.
Rumusan Masalah
Apa itu revolusi industri dan era disrupsi ?
Bagaimanakah system pendidikan di pesantren ?
Bagaimanakah strategi dakwah berbasis pesantren di era industry 4.0 ?
Tujuan Makalah 
Untuk mengetahui revolusi industri dan era disrupsi.
Untuk mengetahui system pendidikan di pesantren.
Untuk mengetahui strategi dakwah berbasis pesantren di era industry 4.0.



BAB II
PEMBAHASAN
Revolusi Industri dan Era Disrupsi
Klaus Schwab mengatakan bahwa dunia telah melalui 4 tahapan revolusi: Pertama Revolusi Industri 1.0 ini terjadi pada abad 18 ditandai dengan ditemukannya mesin uap, sehingga barang-barang bisa diproduksi masal. Kedua Revolusi Industri 2.0 yang ditandai dengan penggunaan tenaga listrik sehingga biaya produksi jadi murah. Ini terjadi di abad 19-20. Ketiga Revolusi Industri 3.0 ditandai dengan penggunaaan computer. Ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan Keempat Revolusi Industri 4.0 yang terjadi sekitar tahun 2010 dan ditandai dengan munculnya kecerdasan buatan sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin .
Pendeknya, revolusi industri 4.0 berbasiskan teknologi cerdas yang tersambung langsung tidak hanya dengan perusahaaan namun juga dengan kehidupan manusia sehari-hari. WEF atau Word Ekonomi Forum menjelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi berazaskan cyber physical system yang merupakan satu kesatuan antara digital, fisik dan biologi dengan memiliki ciri bermunculan kecerdasan-kecerdasan buatan atau yang disebut artificial intelligence, robot cerdas, mobil otomatis. Hal ini semunya juga membutuhkan keamanan cyber dan lain sebagainya . Era Revolusi Industri 4.0 menyajikan semua kegiatan berbasiskan digital. Banyak aktivitas manusia yang tergantikan oleh robot atau mesin, seolah manusia berinteraksi dan berkompetisi dengan dengan mesin.
Revolusi Industri 4.0 mengakibatkan disrupsi. Disrupsi adalah sesuatu yang tercerabut dari akarnya atau perubahan yang mendasar atau fundamental. Dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah perubahan dari sesuatu yang dulu hanya bisa dilakukan di dunia nyata, berubah bisa dilakukan di dunia maya. Dalam setiap perubahan akan mengakibatkan tatanan baru, baik dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Tak terkecuali dengan revolusi industri 4.0 ini, berbagai aspek kehidupan manusia mengalami perubahan, dari yang awalnya sulit kini menjadi mudah. Dalam tatanan ekonomi misalnya, bagi orang yang tidak memiliki modal cukup dulu sangat sulit untuk membesarkan bisnisnya, pada revolusi industri 4.0 ini maka dengan mudahnya mereka melakukan transaksi besar, sekalipun tidak memiliki tempat jualan atau toko yang besar, karena mereka memiliki pasar di dunia maya. Bahkan yang tidak memiliki modal sekalipun mereka bisa melakukan usaha di dunia maya dan menghasilkan profit yang cukup besar. Dalam bidang jasa, kini juga tampak usaha-uasaha baru yang berbasis digital seperti Grab, Gojek, dan yang lainnya. Pengguna jasa ini tinggal mengistal aplikasi dan menggunakannya, pelanggan juga dimanjakan dengan tarif yang murah.
Pendeknya, revolusi industri 4.0 berbasiskan teknologi cerdas yang tersambung langsung tidak hanya dengan perusahaaan namun juga dengan kehidupan manusia sehari-hari. WEF atau Word Ekonomi Forum menjelaskan bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi berazaskan cyber physical system yang merupakan satu kesatuan antara digital, fisik dan biologi dengan memiliki ciri bermunculan kecerdasan-kecerdasan buatan atau yang disebut artificial intelligence, robot cerdas, mobil otomatis. Hal ini semunya juga membutuhkan keamanan cyber dan lain sebagainya. Era Revolusi Industri 4.0 menyajikan semua kegiatan berbasiskan digital. Banyak aktivitas manusia yang tergantikan oleh robot atau mesin, seolah manusia berinteraksi dan berkompetisi dengan dengan mesin.
Revolusi Industri 4.0 mengakibatkan disrupsi. Disrupsi adalah sesuatu yang tercerabut dari akarnya atau perubahan yang mendasar atau fundamental. Dalam konteks ini yang dimaksudkan adalah perubahan dari sesuatu yang dulu hanya bisa dilakukan di dunia nyata, berubah bisa dilakukan di dunia maya. Dalam setiap perubahan akan mengakibatkan tatanan baru, baik dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Tak terkecuali dengan revolusi industri 4.0 ini, berbagai aspek kehidupan manusia mengalami perubahan, dari yang awalnya sulit kini menjadi mudah. Dalam tatanan ekonomi misalnya, bagi orang yang tidak memiliki modal cukup dulu sangat sulit untuk membesarkan bisnisnya, pada revolusi industri 4.0 ini maka dengan mudahnya mereka melakukan transaksi besar, sekalipun tidak memiliki tempat jualan atau toko yang besar, karena mereka memiliki pasar di dunia maya. Bahkan yang tidak memiliki modal sekalipun mereka bisa melakukan usaha di dunia maya dan menghasilkan profit yang cukup besar. Dalam bidang jasa, kini juga tampak usaha-uasaha baru yang berbasis digital seperti Grab, Gojek, dan yang lainnya. Pengguna jasa ini tinggal mengistal aplikasi dan menggunakannya, pelanggan juga dimanjakan dengan tarif yang murah.
Fenomena yang tampak saat ini, mall yang dulu merupakan tempat favorit untuk belanja kini berangsur tidak seramai dulu karena pelanggannya memilih beli dengan cara online yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah. Tukang ojek yang dulu mangkal, kini pun jarang terlihat karena tidak banyak yang menggunakan jasanya, sebagian dari mereka berpindah menjadi ojek online. Pelanggan pun banyak memilih ojek online kerena lebih praktis dan murah. Pekerjaan yang biasa dikerjakan manusia kini telah tergantikan oleh mesin atau robot seperti pemesanan tiket yang dulunya dilakukan di counter dan dilayani oleh manusia kini dilayani oleh robot atau mesin. Bila ingin kursus bahasa Inggris, kini youtube banyak menyediakan layanan tanpa harus datang ditempat kursus.
Akibat dari disrupsi ini banyak orang yang kehilangan pekerjaannya karena telah tergantikan oleh mesin atau tatanannya harus melibatkan mesin atau robot. Dibalik banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan juga ternyata banyak pula orang yang mendapatkan pekerjaan akibat disrupsi ini. Maka dari itu pada era ini tersimpan tantangan dan kesempatan.
Hanya saja harus disadari bahwa peluang yang sangat besar itu hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang yang bisa berkompromi dengan kondisi atau mau mengikuti perkembangan zaman, melek dan akrab dengan IT. Bagi yang gaptek tentunya akan tergilas oleh zaman dan kehilangan peluang besar ini. Tantangan yang harus dihadapi terkait dengan faktor ekonomi adalah bisakah seseorang untuk beradaptasi dengan kondisi saat ini yang serba digital atau hanya mencukupkan diri dengan sesuatu yang manual dengan konsekuensi akan kehilangan pekerjaanya. Karnawati memprediksi dalam lima tahun kedepan revolusi industri 4.0 akan menghapus 35 persen pekerjaan bahkan sepuluh tahun kedepan akan bertambah menjadi 75 persen. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya perkerjaan manusia saat ini digantikan oleh mesin . Peluang dan tantangan yang diakibatkan oleh revolusi Industri 4,0 ini berlaku bagi semua orang.
Sistem Pendidikan di Pesantren 
Santri pondok pesantren adalah generasi yang juga hidup di era revolusi ini. Sebuah pertanyaan besar. Bisakah santri memiliki menghadapi kehidupan di Era Revolusi industry ini. Untuk itu sebelum dibahas tentang bargaining pesantren pada era ini perlu terlebih dahulu dibahas tentang system pendidikan pesantren selama ini. 
Tujuan Pendidikan Pesantren 
Jika berbicara mengenai tujuan pendidikan pesantren maka sering kali norma al-Qur’an atau hadist yang menjadi acuannya. Tujuan pendidikan pesantren sering mengacu pada hadist Nabi sebagai berikut:
عن انس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتي يرجع (رواه الرتمذى وقال حديث حسن) 
Diceritakan dari Anas RA. Dia berkata, Rasulullah SAW bersabda” Barang siapa yang keluar mencari ilmu maka dia jihad di jalan Allah sampai ia pulang. (H.R. Al-Tirmidhi No. 2571) 
Selain itu banyak kyai pesantren yang mendasarkan tujuan pendidikannya sebagai apa yang ditulis oleh Az-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Mutallim yaitu:
وينبغى ان ينوي المتعلم بطلب العلم رضا الله تعالى والدار الأخرة وازالة الجهل عن نفسه وعن سائر الجهال واحياء الدين وابقاء الإسلام
Artinya: Bahwa seharusnya orang yang mencari ilmu meniatkannya untuk mencari ridlo Allah dan hari akhir, menghilangkan kebodohan darinya dan dari semua orang orang bodoh, menghidupkan agama dan melanggengkan Islam 
Kebanyakan pesantren tidak memiliki rumusan tujuan yang spesifik, hal ini menurut Nurcholish Madjid merupakan kelemahan dari sistem pendidikan pondok pesantren sehingga tujuannya tidak dapat tertuang dalam tahapan-tahapan rencana kerja atau program. Tidak adanya rumusan yang jelas itu dikarenakan adanya kecenderungan visi dan tujuan pesantren diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai atau bersama pembantu-pembantunya secara intuitif yang disesuaikan dengan perkembangan pesantrennya. Kalau kyai menguasai bidang fiqh maka kecenderungan tujuan pendidikan pesantrennya menjadikan santri-santri alim dalam bidang fiqh. Demikian juga kalau kyainya alim dalam bidang yang lainnya seperti nahwu, tasawuf atau yang lainnya maka santrinya akan digiring pada keahlian kyai tersebut. 
Mastuhu merangkum tujuan pendidikan pesantren yang dirumuskan oleh para kyai pengasuh pesantren. Tujuan pendidikan pesantren adalah “Menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama dan menegakkan Islam dan kajayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.” 
Mastuhu berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren sangat menekankan pentingnya tegaknya Islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral atau akhlak mulia, dan ahklak mulia ini merupakan kunci rahasia keberhasilan hidup bermasyarakat. Dengan kata lain orientasi tujuan pendidikan pesantren masih bersifat inward looking dari pada outward.
Kurikulum
Kurikulum yang berkembang di pesantren selama ini memperlihatkan sebuah pola yang tetap. Pola tersebut dapat diringkas dalam pokok-pokok berikut. 1) Kurikulum ditujukan untuk mencetak ulama di kemudian hari. 2) struktur dasar kurikulum ini adalah pengajaran agama dalam segenap tingkatannya dan pemberian bimbingan kepada santri secara pribadi oleh kyai atau guru. 3) secara keseluruhan kurikulum yang ada bersifat lentur atau fleksibel, dalam artian setiap santri berkesempatan menyusun kurikulumnya sendiri sepenuhnya atau sebagian sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kurikulum pesantren bersifat pembimbingan pribadi dengan sikap hidup tertentu.
Berbicara tentang meteri pendidikan di pesantren, kitab kuning adalah materi wajib yang harus ada di pondok pesantren. Imron Arifin mengutip pendapat Prasojo yang mengatakan bahwa pondok pesantren yang tidak lagi mengajarkan kitab kuning maka keaslian pesantren tersebut menjadi kabur dan lebih tepat dikatakan sebagai perguruan atau madrasah.
Metode Pembelajaran Pesantren
Di pondok pesantren ada dua jenis metode pembelajaran yang sangat terkenal yaitu metode sorogan dan metode bandongan. Metode sorogan adalah cara belajar secara individual, seorang murid datang pada guru yang akan membacakan beberapa baris dari al-Qur'an atau kitab-kitab yang berbahasa Arab dan menterjemahkannya menggunakan bahasa jawa. Pada gilirannya murid mengulangi dan menterjemahkan kata demi kata persis seperti yang dibacakan oleh gurunya [10, p. 28]. 
Selain kedua metode ini Imron Arifin menambahkan lagi tiga metode lainnya, yaitu Muhawarah, Mudzakarah dan Majlis ta'lim [10, p. 119]. Muhawarah adalah latihan berbicara bahasa Arab. Sedangkan mudzakarah adalah pertamuan ilmiah untuk membahas masalah-masalah diniyah seperti ibadah dan akidah. Majlis ta'lim adalah pengajian umum yang diikuti oleh santri sedangkan kyai berpidato dengan memberikan petuah-petuah.
Sarana Pendidikan Pesantren 
Sarana utama yang harus terpenuhi sehingga suatu lembaga bisa disebut pesantren adalah asrama untuk santri. Asrama bagi para santri ini biasanya dekat dengan masjid dan rumah kyai. Menurut Dhofier pondok atau asrama santri ini yang membedakan dengan sistem pendidikan Islam lain yang dilaksanakan di masjidmasjid baik di Indonesia maupun di luar negeri. Adapun sarana selain asrama, zaman dahulu sampai saat tidak banyak mendapat perhatian di kalangan pesantren. Pemanfaatan teknologi yang menjadikan pembelajaran efektif dan efisien sampai saat ini juga tidak banyak di temukan di pesantren khususnya pesantren salaf. 
Kyai 
Menurut Mujamil Qomar kata kyai bisa berarti 1) sebutan bagi orang yang alim ulama. 2) sebutan bagi guru ilmu ghaib (dukun dan sebagainya). 3) kepala distrik (di Kalimantan Selatan). 4) Sebutan yang mengawali benda yang dianggap bertuah (senjata gamelan dan sebagainya), dan 5) Sebutan untuk harimau (jika melewati hutan). Lebih dari itu semua, yang penting adalah pengakuan sosial masyarakat sendiri kepada mereka yang dianggap kyai. Dalam konteks tulisan ini yang dimaksud dengan kyai adalah orang yang ahli dalam bidang agama. Gelar kyai tidak diperoleh dari jalur formal sebagaimana sarjana, melainkan datang dari masyarakat yang secara tulus memberikannya tanpa intervensi pihak luar. Gelar ini diperoleh dari kelebihan-kelebihan ilmu dan amalnya dan didukung pesantrennya. Di pesantren kyailah yang dijadikan live model oleh santri-santrinya sehingga apapun yang dikerjakan oleh kyainya akan ditiru, bahkan ada yang sampai meniru cara berpakaian, gaya bicara dan lain sebagainya. 
Strategi Dakwah Berbasis Pesantren di Era Industry 4.0
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang di dalamnya adalah generasi yang hidup di era ini, mau tidak mau akan bersinggungan dengan keadaan ini. Di atas telah dibahas mengenai sistem pendidikan pesantren. Dari sisi tujuan pendidikan pesantren menitikberatkan pada pengabdian pada pada Allah dan akhlak mulia yang itu dianggap kunci keberhasilan hidup di masyarakat, sehingga elemen-elemen yang lainnya pun juga akan mengikuti tujannya. Sistem pendidikan pesantren selama ini memang belum mengarah pada persiapan untuk menghadapi revolusi industry 4.0, padahal kehidupan kini telah berubah, banyak hal yang berbasis teknologi digital. 
Sikap pesantren menghadapi revolusi industri 4.0 tergantung pada pola pikir kyainya, karena rata-rata pesantren seluruh kebijakannya tergantung pada kyai. Selama ini ada tipe kyai yang open terhadap modernitas dan perubahan, sekalipun dia tidak mengenyam pendidikan formal namun sangat menyadari bahwa zaman santri-santrinya tidak sama dengan zamannya. Tipe kyai ini selalu memikirkan masa depan santrinya dunyan wa ukhran. Namun tak jarang pula kyai yang sangat berhati-hati juga demi keselamatan para santrinya dunia akhirat, sehingga mencukupkan terhadap yang ada dan sebagai ukuran keberhasilan adalah tercapainya akhlak mulia dan memiliki kemampuan dalam memahami kitab kuning.
Karena perbedaan cara pikir kyai ini maka juga menjadikan sikap yang bermacam-macam pula dalam menghadapi revolusi industry 4.0, ada yang tidak peduli, ada yang wait and see dan ada yang antusias mempersiapkan santri mengahadapi revolusi industri 4.0
Dalam rangka menuju pondok pesantren yang ideal dalam menghadapi revolusi industri 4.0, alangkah baiknya jika pesantren berpegang pada kaidah al-Muhafadzatu al-qadim al-shalih wa al-akdzu bi al-jadid al-ashlah, yaitu menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Dengan kaidah ini harapannya bisa mewujudkan pendidikan pesantren yang ideal, bisa mencetak santri shalih, menguasai ilmu agama dan bisa survive di era revolusi industri. Dalam rangka megimplementasikan kaidah tersebut diperlukan sebuah konsep.
Konsep Kuntowijoyo tiga pilar utama ilmu sosial profetik perlu untuk dipertimbangkan dalam masalah ini yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi. Pertama humanisasi, santri diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, mereka dihargai, didengar pendapatnya dan diajar dengan penuh kasih sayang. Dengan cara dimanusiakan inilah maka santri akan tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Kedua liberasi, yaitu santri dibebaskan dari sesuatu yang membelenggu. Liberasi bertujuan melepaskan santri dari berbagai dominasi dari luar. Dengan liberasi ini diharapkan santri dapat menentukan kecenderungan dirinya tanpa adanya penghalang, sedangkan pesantren membantu mengarahkan dan memfasilitasinya.
Transendensi adalah usaha agar tujuan hidup manusia memiliki makna. Nilai transendental adalah nilai-nilai ketuhanan. Dengan bekal transendensi ini diharapkan santri bisa memaknai hidupnya sebagaimana apa yang disampaikan oleh Rasulullah min husni islami al-mar’i tarkuhu ma la ya’nihi. Melalui tiga pilar ini santri akan tercerahkan karena memiliki tanggung jawab yang tinggi, bisa menentukan arah hidupnya dan tentunya dengan dasar nilainilai ketuhanan yang bisa mengindarkan dirinya dari sesuatu yang tidak bermakna apalagi sampai berbuat dosa.
Menjadikan santri berakhlak mulia dan memiliki pengetahuan agama yang luas serta sukses dalam ekonominya adalah tujuan yang sangat ideal bagi pondok pesantren. Proses untuk mewujudkan idealitas ini bukan sesuatu yang mudah, karena antara tujuan yang satu dengan lainnya saling berpengaruh bahkan terkadang kontraproduktif. Contoh pondok pesantren yang ingin mengembangkan kemampuan IT santri mau tidak mau akan menghadapi masalah penggunaan internet oleh santri mulai dari yang ringan seperti seringnya santri menggunakan media sosial seperti facebook, instagram, twitter, sampai pada masalah yang berat seperti melihat video porno maupun penyebaran hoax. Oleh karena itu cukup beralasan bagi kyai yang tidak mengizinkan santrinya menggunakan internet dipondok demi menjaga moral santri. Bahkan RMI putri kabupaten dan kota Kediri bersepakat untuk melarang penggunaan HP bagi santri yang masih duduk di bangku sekolah demi menjaga moral dan menghindarkan dari madlarat.
Namun demikian masalahnya tidak hanya sampai di sini. Santri yang saat ini berada di pondok pesantren adalah generasi Z dan generasi A yang mereka terlahir di dunia yang serba digital. Memisahkan generasi ini dengan teknologi informasi sama dengan memisahkan ikan dari air. Memberikan teknologi kepada mereka tanpa kontrol pun juga sangat berbahaya karena daya rusaknya sangat dahsyat.
Di sinilah letak bargaining pesantren di era r                                                                                                                                                                                                                                                        evolusi industri 4.0, artinya pesantren harus tetap menjaga misi awalnya yaitu pembianaan akhlak dan tafaqquh fi al-din namun demikian juga memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh santri di zamannya. Tidak ada sesuatu tanpa resiko, dan itu memang harus dibayar demi mendapatkan manfaat yang lebih besar, baik untuk dakwah, ekonomi, dan segala aspek kehidupannya yang lain.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN 
Pondok pesantren, terutama salafiy, selalu diidentikkan dengan sistem pendidikan Islam yang tradisional, kuno, dan kolot. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit pondok pesantren salafiy yang bertransformasi menuju institusi pendidikan yang lebih modern dan mulai membuka diri untuk perubahan yang lebih baik. Dengan semboyan al muhafadlotu ala al qadim al-salih wa al-akhdu bi al-jadid al-ashlah, tentunya pondok pesantren harus mampu fleksibilitas manajemennya demi menjaga dekaligus memperkuat eksistensinya sebagai institusi pendidikan Islam asli Indonesia yang betul-betul merakyat dan terbuka untuk pembaruan yang lebih baik.
Generasi milenial yang saat ini nyantri di pesantren tidak mungkin dipisahkan begitu saja dari dinamisnya perkembangan teknologi di era disrupsi saat ini. Oleh karena itu, pesantren memiliki posisi bargaining yang cukup strategis dalam penerapan kebijakan penggunaan gawai atau produk-produk teknologi terkini dalam proses pendidikan para santrinya. Bukan melarang penggunaan teknologi, namun lebih ke arah meminimalisir penggunaannya dari hal-hal yang negatif. Tentunya hal itu memunculkan konsekuensi logis berpa controlling penggunaan gawai secara kontinyu selama proses pendidikan di pesantren. Dengan demikian, upaya tafaqquh fi al-din bagi para santri akan tetap berjalan dengan baik tanpa harus memisahkan mereka dari hingar bingar perkembangan teknologi.









Daftar Pustaka
B. Prasetyo and U. Trisyanti, “REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN TANTANGAN PERUBAHAN SOSIAL,” in IPTEK Journal of Proceedings Series, Surabaya, 2018, vol. 5, pp. 22–27.

H. C. Chotimah, “Tata Kelola Keamanan Siber dan Diplomasi Siber Indonesia di Bawah Kelembagaan Badan Siber dan Sandi Negara,” Politica, vol. 10, no. 2, pp. 113–128, 2019.

E. Linangkung, “Revolusi Industri, 75% Jenis Pekerjaan akan Hilang,” Sindo News Online, 27-Feb-2017. [Online]. Available: https://ekbis.sindonews.com/read/1183599/34/ revolusiindustri-75-jenis-pekerjaan-akan-hilang-1488169341. [Accessed: 29-Sep-2019].

M. bin I. bin S. bin M. A.-S. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Ilmu, 2010.

Al-Zarnuji, Ta`limul Muta`alim. Semarang: Thoha Putra, t.t.

N. Madjid, Bilik-bilik Pesantren. Jakarta: Paramadina, 1997.

M. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS, 1994.

A. Wahid, Menggerakkan Tradisi : Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta: LKiS, 2001

I. Arifin, Kepemimpinan Kyai Dalam Perubahan Manajemen Pondok Pesantren: Kasus Ponpes Tebuireng Jombang. Yogyakarta: Aditya Media, 2010.

Z. Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1985.

M. Qomar, Pesantren: Dari Tranformasi Motodologi menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga, 2013.

A. M. Moesa, Nasionalisme Kyai Konstruksi Sosial Berbasis Agama. Yogyakarta: LKiS, 2007.

K. Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007.





LAR GARUDA

Nama daging adalah : HISYAM FARUQ TSM YUWA KK. Nama ijazah/ktp dan selain nama daging : HISYAM FARUQ. Lahir di Kota Jember Kecamatan Ambulu Desa Andongsari Dusun Watukebo pada tanggal 19 Agustus 1985. Domisili di Kota Lumajang Kecamatan Senduro Desa Kandangan Dusun Tlutur.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama